Menurut hasil investigasi sementara, BPOM menemukan potensi tertukarnya label obat pada saat proses produksi.
"Kami mendatangi sarana produksi, bagaimana penerapan cara pembuatan obat yang baik (CPOB). Di sana kami menyampaikan terdapat potensi terjadinya mix up (tercampur) karena penerapan CPOB belum sepenuhnya seperti yang diharapkan," terang Kepala BPOM Roy Sparingga di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Rabu (18/2).
Atas kasus ini, BPOM tak hanya membekukan izin edar Buvanest Spinal dan asam traneksamat, melainkan juga menghentikan proses fasilitas produksi untuk larutan injeksi PT Kalbe Farma
"Fasilitas produksi kita hentikan bukan hanya Buvanest sambil kami melakukan investigasi mendalam," lanjut Roy.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Kalbe Farma Irawati Setiady mengatakan bahwa pihaknya telah menerapkan CPOB. Menurut dia, selama lebih dari 7 tahun produk Buvanest tidak pernah mengalami masalah.
Dua pasien di RS Siloam Karawaci, Tangerang meninggal dunia setelah diberi injeksi Buvanest Spinal produk PT Kalbe Farma. Namun, setelah tindakan itu kedua pasien mengalami gatal-gatal, hingga kejang. Pasien adalah seorang wanita yang menjalani operasi caesar dan seorang laki-laki yang menjalani operasi urologi.
Keduanya langsung dibawa ke ruang perawatan intensif (ICU). Namun, kurang dari 24 jam nyawanya tak tertolong. Sementara itu, untuk pasien yang menjalani operasi caesar, bayinya selamat.
Hasil pemeriksaan sementara, Buvanest Spinal yang diberikan ternyata bukan berisi Bupivacaine yang merupakan obat bius, akan tetapi berisi asam traneksamat golongan antifibrinolitik yang bekerja mengurangi pendarahan. Pihak RS Siloam mengaku sudah melakukan tindakan operasi sesuai prosedur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar