Inilah penjelasan tentang bintang pertama di alam semesta terbentuk.
Semenjak
13,8 milyar tahun lalu, kisah tentang alam semesta diceritakan oleh
cahaya benda-benda langit. Susunan cerita alam semesta diceritakan
kembali oleh planet, komet, asteroid, bintang jauh, galaksi maupun
materi yang menyebar di alam semesta.
Cahaya yang menjadi sumber informasi utama sejarah alam semesta dirangkai oleh Radiasi Latar Belakang, fosil cahaya dari masa ketika alam semesta masih sangat muda, panas dan padat. Masa ketika alam semesta baru berusia 380.000 tahun semenjak Big Bang atau Dentuman Besar.
Untuk mempelajari kembali masa lalu alam semesta, Wahana Planck melakukan survei dari tahun 2009 sampai 2013. Tujuannya melihat perbedaan temperatur pada radiasi latar belakang. Dari seluruh hasil penelitiannya, Planck menemukan kalau Radiasi Latar Belakang memiliki petunjuk lain terkait sejarah kosmis yang terekam dalam polarisasi.
Cahaya terpolarisasi ketika bergetar pada arah tertentu. Diduga ini terjadi saat foton memantul dari partikel lainnya. Pada awalnya, foton terperangkan dalam sup partikel yang padat dan panas ketika alam semesta yang kala itu hanya terdiri dari elektron, proton dan nutrino baru berusia beberapa detik. Kondisi alam semesta dini yang sangat padat menyebabkan elektron dan foton saling bertabrakan terus menerus. Pada akhirnya, cahaya di alam semesta dini tidak dapat bergerak terlalu jauh karena pasti akan bertabrakan dengan elektron lain. Akibatnya, alam semesta dini tampak sangat berkabut.
Tapi, ketika alam semesta mengembang dan semakin dingin, foton dan partikel lainnya kemudian saling menjauh dan tabrakan yang dulu sering terjadi, semakin jarang. Akibatnya ada dua hal yang mungkin terjadi. Yang pertama, elektron dan proton akan bersatu membentuk atom netral dan tidak terpisahkan oleh foton yang datang. Dan yang kedua, foton akan memiliki ruang yang cukup untuk melakukan perjalanan dan tidak lagi terperangkap dalam kabut kosmis.
Saat terbebas, cahaya akan memulai perjalanannya dengan membawa kisah dari pertemuan terakhirnya dengan elektron yang kemudian terekam dalam polarisasi pada radiasi latar belakang. Polarisasi pada radiasi latar belakang juga menunjukan fluktuasi yang sangat kecil dari satu tempat ke tempat lainnya di alam semesta. Salah satunya adalah fluktuasi temperatur yang merepresentasikan kondisi alam semesta ketika cahaya dan materi akan berpisah. Informasi inilah yang digunakan oleh para astronom untuk mengetahui usia alam semesta, laju pemuaian, dan komposisi materi, materi gelap dan energi gelap.
Data polarisasi dari Planck memberi jawaban baru atas pertanyaan, kapan bintang pertama dilahirkan.
Bintang Pertama di Alam Semesta
Ketika radiasi latar belakang memulai perjalanannya, alam semesta kala itu masih sangat berbeda. Dan butuh waktu yang cukup lama sampai bintang pertama terbentuk.
Informasi dari polarisasi radiasi latar belakang yang diperoleh Planck menunjukan, masa kegelapan di alam semesta berakhir sekitar 550 juta tahun setelah Big Bang atau lebih lama 100 juta tahun dibanding teori yang sudah ada sebelumnya.
Kalau dilihat dari angka, 100 juta tahun untuk skala astronomi itu memang pendek apalagi jika dibanding dengan umur alam semesta yang hampir 14 milyar tahun. Tapi jangka waktu 100 juta tahun bukanlah rentang waktu yang singkat apalagi jika dikaitkan dengan awal terbentuknya bintang pertama di alam semesta. Mengapa demikian?
Masa kegelapan di alam semesta berakhir ketika bintang pertama mulai bersinar dan ketika cahayanya berinteraksi dengan gas, maka semakin banyak atom yang akan kembali pada partikel asalnya yakni proton dan elektron. Inilah yang dikenal sebagai epoh reionisasi.
Elektron yang baru saja terbebas itu sekali lagi bertabrakan dengan cahaya dari radiasi latar belakang meskipun tidak sesering sebelum alam semesta memuai. Dan setelah 380000 tahun, pertemuan antara elektron dan foton pada akhirnya menyisakan jejak pada polarisasi radiasi latar belakang. Proses reionisasi berakhir ketika alam semesta berusia 900 juta tahun.
Dalam analisa polarisasi radiasi latar belakang sebelumnya, awal epoh reionisasi terjadi 450 juta tahun setelah Big Bang. Sedangkan hasil yang diperoleh Planck justru menunjukkan kalau epoh reionisasi dimulai 550 juta tahun setelah Big Bang,
Hasil ini jelas menghasilkan pertanyaan baru. Kapan bintang pertama terbentuk. Pengamatan Teleskop Hubble memberi informasi kalau galaksi awal di alam semesta mulai terbentuk sekitar 300 – 400 juta tahun setelah Big Bang. Artinya, pembentukan galaksi tersebut seharusnya tidak sukses dalam waktu singkat, mengingat epoh reionisasi dimulai 450 juta tahun setelah Big Bang. Dengan kata lain, dibutuhkan sumber energi luar biasa lainnya untuk menjelaskan sejarah reionisasi. Informasi yang diperoleh Planck justru mengurangi masalah tersebut, dimana reionisasi justru dimulai lebih lambat 100 juta tahun, dan dengan demikian memberi waktu bagi bintang – bintang dan galaksi untuk bisa terbentuk.
Selain mengetahui kapan bintang pertama terbentuk, data polarisasi emisi gas dan debu latar depan di Bima Sakti yang diperoleh Planck juga digunakan untuk analisa struktur medan magneti Bima Sakti.
Cahaya yang menjadi sumber informasi utama sejarah alam semesta dirangkai oleh Radiasi Latar Belakang, fosil cahaya dari masa ketika alam semesta masih sangat muda, panas dan padat. Masa ketika alam semesta baru berusia 380.000 tahun semenjak Big Bang atau Dentuman Besar.
Untuk mempelajari kembali masa lalu alam semesta, Wahana Planck melakukan survei dari tahun 2009 sampai 2013. Tujuannya melihat perbedaan temperatur pada radiasi latar belakang. Dari seluruh hasil penelitiannya, Planck menemukan kalau Radiasi Latar Belakang memiliki petunjuk lain terkait sejarah kosmis yang terekam dalam polarisasi.
Cahaya terpolarisasi ketika bergetar pada arah tertentu. Diduga ini terjadi saat foton memantul dari partikel lainnya. Pada awalnya, foton terperangkan dalam sup partikel yang padat dan panas ketika alam semesta yang kala itu hanya terdiri dari elektron, proton dan nutrino baru berusia beberapa detik. Kondisi alam semesta dini yang sangat padat menyebabkan elektron dan foton saling bertabrakan terus menerus. Pada akhirnya, cahaya di alam semesta dini tidak dapat bergerak terlalu jauh karena pasti akan bertabrakan dengan elektron lain. Akibatnya, alam semesta dini tampak sangat berkabut.
Tapi, ketika alam semesta mengembang dan semakin dingin, foton dan partikel lainnya kemudian saling menjauh dan tabrakan yang dulu sering terjadi, semakin jarang. Akibatnya ada dua hal yang mungkin terjadi. Yang pertama, elektron dan proton akan bersatu membentuk atom netral dan tidak terpisahkan oleh foton yang datang. Dan yang kedua, foton akan memiliki ruang yang cukup untuk melakukan perjalanan dan tidak lagi terperangkap dalam kabut kosmis.
Saat terbebas, cahaya akan memulai perjalanannya dengan membawa kisah dari pertemuan terakhirnya dengan elektron yang kemudian terekam dalam polarisasi pada radiasi latar belakang. Polarisasi pada radiasi latar belakang juga menunjukan fluktuasi yang sangat kecil dari satu tempat ke tempat lainnya di alam semesta. Salah satunya adalah fluktuasi temperatur yang merepresentasikan kondisi alam semesta ketika cahaya dan materi akan berpisah. Informasi inilah yang digunakan oleh para astronom untuk mengetahui usia alam semesta, laju pemuaian, dan komposisi materi, materi gelap dan energi gelap.
Data polarisasi dari Planck memberi jawaban baru atas pertanyaan, kapan bintang pertama dilahirkan.
Bintang Pertama di Alam Semesta
Ketika radiasi latar belakang memulai perjalanannya, alam semesta kala itu masih sangat berbeda. Dan butuh waktu yang cukup lama sampai bintang pertama terbentuk.
Informasi dari polarisasi radiasi latar belakang yang diperoleh Planck menunjukan, masa kegelapan di alam semesta berakhir sekitar 550 juta tahun setelah Big Bang atau lebih lama 100 juta tahun dibanding teori yang sudah ada sebelumnya.
Kalau dilihat dari angka, 100 juta tahun untuk skala astronomi itu memang pendek apalagi jika dibanding dengan umur alam semesta yang hampir 14 milyar tahun. Tapi jangka waktu 100 juta tahun bukanlah rentang waktu yang singkat apalagi jika dikaitkan dengan awal terbentuknya bintang pertama di alam semesta. Mengapa demikian?
Masa kegelapan di alam semesta berakhir ketika bintang pertama mulai bersinar dan ketika cahayanya berinteraksi dengan gas, maka semakin banyak atom yang akan kembali pada partikel asalnya yakni proton dan elektron. Inilah yang dikenal sebagai epoh reionisasi.
Elektron yang baru saja terbebas itu sekali lagi bertabrakan dengan cahaya dari radiasi latar belakang meskipun tidak sesering sebelum alam semesta memuai. Dan setelah 380000 tahun, pertemuan antara elektron dan foton pada akhirnya menyisakan jejak pada polarisasi radiasi latar belakang. Proses reionisasi berakhir ketika alam semesta berusia 900 juta tahun.
Dalam analisa polarisasi radiasi latar belakang sebelumnya, awal epoh reionisasi terjadi 450 juta tahun setelah Big Bang. Sedangkan hasil yang diperoleh Planck justru menunjukkan kalau epoh reionisasi dimulai 550 juta tahun setelah Big Bang,
Hasil ini jelas menghasilkan pertanyaan baru. Kapan bintang pertama terbentuk. Pengamatan Teleskop Hubble memberi informasi kalau galaksi awal di alam semesta mulai terbentuk sekitar 300 – 400 juta tahun setelah Big Bang. Artinya, pembentukan galaksi tersebut seharusnya tidak sukses dalam waktu singkat, mengingat epoh reionisasi dimulai 450 juta tahun setelah Big Bang. Dengan kata lain, dibutuhkan sumber energi luar biasa lainnya untuk menjelaskan sejarah reionisasi. Informasi yang diperoleh Planck justru mengurangi masalah tersebut, dimana reionisasi justru dimulai lebih lambat 100 juta tahun, dan dengan demikian memberi waktu bagi bintang – bintang dan galaksi untuk bisa terbentuk.
Selain mengetahui kapan bintang pertama terbentuk, data polarisasi emisi gas dan debu latar depan di Bima Sakti yang diperoleh Planck juga digunakan untuk analisa struktur medan magneti Bima Sakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar